Aria Wiraraja

Aria Wiraraja atau Banyak Wide adalah nama seorang tokoh pemimpin pada abad ke-13 M di Jawa dan Madura. Dalam sejarah, ia dikenal sebagai pengatur siasat kejatuhan Kerajaan Singhasari, kematian Kertanagara, serta bangkitnya Raden Wijaya dalam usaha penaklukan Kadiri tahun 1293 dan pendirian Kerajaan Majapahit.

Kelahiran dan masa muda
Menurut Babad Pararaton, nama kecilnya adalah Banyak Wide, yang secara etimologis yaitu, "Banyak" adalah biasanya adalah nama yang disandang kaum Brahmana, sedangkan "Wide" yang berarti "Widya" yang berarti pengetahuan. jadi nama banyak wide sendiri berarti brahmana yang punya banyak pengatahuan atau cerdik. Hal ini kemudian sesuai dengan perjalanan karirnya kemudian. Tentang kelahiran Banyak wide,

Damar Wulan

Damar Wulan (sering juga ditulis Damarwulan) adalah seorang tokoh legenda cerita rakyat Jawa. Kisah Damar Wulan ini cukup populer di tengah masyarakat dan banyak terdapat versi lakon, sendratari ataupun cerita tertulis yang telah dibuat mengenainya. Umumnya, kisah-kisah tersebut adalah berdasarkan Serat Damarwulan, yang diperkirakan mulai ditulis pada masa akhir keruntuhan Majapahit.

Ringkasan isi
Diceritakan awalnya Damar Wulan mengabdi sebagai tukang rumput kepada Patih Loh Gender dari Majapahit. Karena kepandaiannya, Damar Wulan dapat menjadi abdi andalan Patih Loh Gender, dan Anjasmara putri sang patih terpikat dan jatuh cinta kepadanya. Damar Wulan kemudian mendapat tugas dari raja putri Majapahit, yaitu Ratu Kencana Wungu, untuk menyamar dengan tujuan membantu mengalahkan

Dharmaputra

Dharmaputra adalah sebuah jabatan yang dibentuk oleh Raden Wijaya raja pertama Kerajaan Majapahit, yang beranggotakan tujuh orang, antara lain, Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa. Ketujuh orang ini semuanya tewas sebagai pemberontak pada masa pemerintahan raja kedua, yaitu Jayanagara.

Jabatan Dharmaputra
Adanya jabatan Dharmaputra diketahui dari naskah Pararaton. Jabatan ini tidak pernah dijumpai dalam sumber-sumber sejarah lainnya, baik itu Nagarakretagama ataupun prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Majapahit. Tidak diketahui dengan pasti apa tugas dan wewenang Dharmaputra. Pararaton hanya menyebutkan bahwa para Dharmaputra disebut sebagai pengalasan wineh suka, yang artinya "pegawai

Hayam Wuruk

Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1350-1389, bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya.

Silsilah Hayam Wuruk
Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra pasangan Tribhuwana Tunggadewi dan Sri Kertawardhana alias Cakradhara. Ibunya adalah putri Raden Wijaya pendiri Majapahit, sedangkan ayahnya adalah raja bawahan di Singhasari bergelar Bhre Tumapel.
Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334. Peristiwa kelahirannya diawali dengan gempa bumi di Pabanyu Pindah dan meletusnya Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.

Jayakatwang

Jayakatwang adalah bupati Gelang-Gelang yang pada tahun 1292 memberontak dan meruntuhkan Kerajaan Singhasari. Ia kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri, namun hanya bertahan sampai tahun 1293.

Silsilah Jayakatwang
Jayakatwang juga sering kali disebut dengan nama Jayakatong, Aji Katong, atau Jayakatyeng. Dalam berita Cina ia disebut Ha-ji-ka-tang. Nagarakretagama dan Kidung Harsawijaya menyebutkan Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri. Dikisahkan pada tahun 1222 Ken Arok mengalahkan Kertajaya. Sejak itu Kadiri menjadi bawahan Singhasari di mana sebagai bupatinya adalah Jayasabha putra Kertajaya. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang. Mungkin Sastrajaya menikah dengan saudara perempuan

Empu Prapañca

Empu Prapañca adalah seorang pujangga sastra Jawa yang hidup pada abad ke-14 pada zaman Majapahit dan kemungkinan selain pujangga juga merupakan mpu yang paling ternama. Namanya dikenal oleh semua orang di Indonesia. Hal ini disebabkan karena Prapañca merupakan penulis kakawin Nāgarakṛtâgama yang termasyhur tersebut.
Prapañca ketika menulis kakawin ini bekerja pada raja Rājasanagara. Konon menurutnya sendiri ia adalah seorang dharmādhyakṣa atau penghulu agama Buddha. Namun hal ini banyak ditentang banyak pakar Sastra Jawa Kuna, seperti Th. Pigeaud dan P.J. Zoetmulder.

Empu Tantular

Mpu Tantular yang hidup pada abad ke-14 di Majapahit adalah seorang bujangga ternama Sastra Jawa. Ia hidup pada pemerintahan raja Rājasanagara (Hayam Wuruk). Ia masih saudara sang raja yaitu keponakannya (bhrātrātmaja dalam bahasa Kawi atau bahasa Sanskerta) dan menantu adik wanita sang raja.Nama "Tantular" terdiri dari dua kata: tan ("tidak") dan tular ("tular" atau "terpengaruhi"). Artinya ia orangnya ialah "teguh". Sedangkan kata mpu merupakan gelar dan artinya adalah seorang pandai atau tukang.Tantular adalah seorang penganut agama Buddha, namun ia orangnya terbuka terhadap agama lainnya, terutama agama Hindu-Siwa. Hal ini bisa terlihat pada dua kakawin atau syairnya yang ternama yaitu kakawin Arjunawiwaha dan terutama kakawin Sutasoma. Bahkan salah satu bait dari kakawin Sutasoma ini diambil menjadi motto atau semboyan Republik Indonesia: "Bhinneka Tunggal Ika" atau berbeda-beda

Wikramawardhana

Wikramawardhana adalah raja kelima Majapahit yang memerintah berdampingan dengan istri sekaligus sepupunya, yaitu Kusumawardhani putri Hayam Wuruk, pada tahun 1389-1427.

Silsilah Wikramawardhana dan Kusumawardhani
Wikramawardhana dalam Pararaton bergelar Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama. Nama aslinya adalah Raden Gagak Sali. Ibunya bernama Dyah Nertaja, adik Hayam Wuruk, yang menjabat sebagai Bhre Pajang. Sedangkan ayahnya bernama Raden Sumana yang menjabat sebagai Bhre Paguhan, bergelar Singhawardhana. Permaisurinya, yaitu Kusumawardhani adalah putri Hayam Wuruk yang lahir dari Padukasori. Dalam Nagarakretagama (ditulis 1365), Kusumawardhani dan Wikramawardhana diberitakan sudah menikah. Padahal waktu itu Hayam Wuruk baru berusia 31 tahun. Maka, dapat dipastikan kalau

Tribuaneswari

Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari adalah permaisuri Raden Wijaya raja pertama Majapahit (1293-1309).

Tribhuwaneswari dalam Perjuangan
Dalam Nagarakretagama nama Tribhuwaneswari sering disingkat Tribhuwana. Ia adalah putri sulung Kertanagara raja terakhir Singhasari. Selain dirinya, ketiga adiknya juga dinikahi Raden Wijaya, yaitu Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Berita ini juga diperkuat oleh prasasti Kertarajasa (1305).
Menurut Pararaton, putri Kertanagara yang dinikahi Raden Wijaya hanya dua orang tanpa disebut siapa namanya. Menurut Kidung Harsawijaya, putri sulung disebut Puspawati, sedang putri bungsu disebut Pusparasmi. Jika dipadukan dengan Nagarakretagama, maka putri sulung identik dengan Tribhuwana,

Tribhuwana Wijayatunggadewi

Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Majapahit yang memerintah tahun 1328-1351. Dari prasasti Singasari (1351) diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.

Silsilah Tribhuwana
Nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau disingkat Tribhuwana) adalah Dyah Gitarja. Ia merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri. Memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) ia diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan. Menurut Pararaton, Jayanagara merasa takut takhtanya terancam, sehingga ia melarang kedua adiknya menikah. Setelah Jayanagara meninggal tahun 1328, para ksatriya pun

Jayanagara

Jayanagara (lahir: 1294 - wafat: 1328) adalah raja kedua Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1309-1328, dengan bergelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara. Pemerintahan Jayanagara terkenal sebagai masa pergolakan dalam sejarah awal Kerajaan Majapahit. Ia sendiri meninggal akibat dibunuh oleh tabib istananya.

Asal-Usul
Menurut Pararaton, nama asli Jayanagara adalah Raden Kalagemet putra Raden Wijaya dan Dara Petak. Ibunya ini berasal dari Kerajaan Dharmasraya di Pulau Sumatra. Ia dibawa Kebo Anabrang ke tanah Jawa sepuluh hari setelah pengusiran pasukan Mongol oleh pihak Majapahit. Raden Wijaya yang sebelumnya telah memiliki dua orang istri putri Kertanagara, kemudian menjadikan Dara Petak sebagai Stri Tinuheng Pura,

Gayatri

Gayatri atau Rajapatni adalah nama salah satu istri Raden Wijaya raja pertama Majapahit (1293-1309) yang menurunkan raja-raja selanjutnya.

Silsilah Gayatri
Nagarakretagama menyebutkan Raden Wijaya menikahi empat orang putri Kertanagara raja terakhir Singhasari, yaitu Tribhuwana bergelar Tribhuwaneswari, Mahadewi bergelar Narendraduhita, Jayendradewi bergelar Prajnyaparamita, dan Gayatri bergelar Rajapatni. Selain itu, ia juga memiliki seorang istri dari Melayu bernama Dara Petak bergelar Indreswari. Dari kelima orang istri tersebut, yang memberikan keturunan hanya Dara Petak dan Gayatri. Dari Dara Petak lahir Jayanagara, sedangkan dari Gayatri lahir Tribhuwanotunggadewi dan Rajadewi. Tribhuwanotunggadewi inilah yang kemudian menurunkan raja-raja

Dyah Wiyat

Dyah Wiyat alias Rajadewi Maharajasa adalah putri bungsu Raden Wijaya, pendiri Majapahit.

Silsilah Dyah Wiyat
Dyah Wiyat adalah putri Raden Wijaya yang lahir dari Gayatri. Ia memiliki kakak kandung bernama Dyah Gitarja, dan kakak tiri bernama Jayanagara. Pararaton mengisahkan Jayanagara yang menjadi raja kedua, merasa takut takhtanya terancam, sehingga Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat dilarang menikah. Baru setelah ia meninggal tahun 1328, para ksatria berdatangan melamar kedua putri tersebut. Setelah diadakan sayembara, diperoleh dua orang ksatriya, yaitu Cakradhara sebagai suami Dyah Gitarja, dan Kudamerta sebagai suami Dyah Wiyat. Kudamerta kemudian bergelar Wijayarajasa atau Bhre Wengjer atau Bhatara Parameswara ring Pamotan. Dari perkawinan itu lahir Padukasori yang menjadi permaisuri Hayam Wuruk putra Dyah

Dara Petak

Dara Petak atau Dara Pethak, juga bergelar Indreswari, adalah satu-satunya istri Raden Wijaya, pendiri Majapahit, yang berasal dari luar Jawa.

Dara Petak dalam Pararaton
Nama Dara Pethak berarti merpati putih. Ia adalah putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya. Kerajaan ini terletak di Pulau Sumatra yang pada tahun 1286 menjadi bawahan Kerajaan Singhasari.
Menurut Pararaton, sepuluh hari setelah pengusiran pasukan Mongol oleh pihak Majapahit, datang pasukan Kebo Anabrang yang pada tahun 1275 dikirim Kertanagara menaklukkan Pulau Sumatra. Pasukan tersebut membawa dua orang putri bernama Dara Jingga dan Dara Petak sebagai persembahan untuk Kertanagara.

Wisnuwardhana

Wisnuwardhana (lahir: ? - wafat: Singhasari, 1268) adalah raja Kerajaan Tumapel yang kemudian terkenal dengan nama Kerajaan Singhasari. Ia memerintah pada tahun 1248 - 1268 bergelar Sri Jayawisnuwarddhana Sang Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama Dhumardana Kamaleksana (menurut prasasti Maribong, 1248).

Versi Pararaton
Menurut Pararaton, nama asli Wisnuwardhana adalah Ranggawuni putra Anusapati putra Tunggul Ametung. Pada tahun 1249 Anusapati tewas oleh kudeta licik yang dilakukan adik tirinya, bernama Tohjaya putra Ken Arok dari selir. Pada tahun 1250 Tohjaya dihasut pembantunya yang bernama Pranaraja supaya menyingkirkan kedua keponakannya, yaitu Ranggawuni dan Mahisa Campaka, yang dianggap bisa menjadi

Raden Wijaya

Kertarajasa Jayawardhana atau disebut juga Raden Wijaya (lahir: ? - wafat: Majapahit, 1309) adalah pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus raja pertama Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309, bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardana, atau lengkapnya Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana.

Nama Asli
Raden Wijaya merupakan nama yang lazim dipakai para sejarawan untuk menyebut pendiri Kerajaan Majapahit. Nama ini terdapat dalam Pararaton yang ditulis sekitar akhir abad ke-15. Kadang Pararaton juga menulisnya secara lengkap, yaitu Raden Harsawijaya. Padahal menurut bukti-bukti prasasti, pada masa kehidupan Wijaya (abad ke-13 atau 14) pemakaian gelar raden belum populer.

Kertanagara

Sri Maharaja Kertanagara (meninggal tahun 1292), adalah raja terakhir yang memerintah kerajaan Singhasari. Masa pemerintahan Kertanagara dikenal sebagai masa kejayaan Singhasari, dan ia dipandang sebagai penguasa Jawa pertama yang berambisi ingin menyatukan wilayah Nusantara. Menantunya Raden Wijaya, kemudian mendirikan kerajaan Majapahit sekitar tahun 1293 sebagai penerus dinasti Singhasari.

Silsilah
Kertanagara adalah putera Wisnuwardhana raja Singhasari tahun 1248-1268. Ibunya bernama Waning Hyun yang bergelar Jayawardhani. Waning Hyun adalah putri dari Mahisa Wunga Teleng (putra sulung Ken Arok, pendiri Singhasari, dari Ken Dedes). Istri Kertanagara bernama Sri Bajradewi. Dari perkawinan mereka lahir beberapa orang putri, yang dinikahkan antara lain dengan Raden Wijaya putra Lembu Tal, dan

Ken Dedes

Ken Dedes adalah nama permaisuri dari Ken Arok pendiri Kerajaan Tumapel (Singhasari). Ia kemudian dianggap sebagai leluhur raja-raja yang berkuasa di Jawa, nenek moyang wangsa Rajasa, trah yang berkuasa di Singhasari dan Majapahit. Tradisi lokal menyebutkan ia sebagai perempuan yang memiliki kecantikan luar biasa, perwujudan kecantikan yang sempurna.

Perkawinan Pertama
Menurut Pararaton, Ken Dedes adalah putri dari Mpu Purwa, seorang pendeta Buddha dari desa Panawijen. Pada suatu hari Tunggul Ametung akuwu Tumapel singgah di rumahnya. Tunggul Ametung jatuh hati padanya dan segera mempersunting gadis itu. Karena saat itu ayahnya sedang berada di hutan, Ken Dedes meminta Tunggul Ametung supaya sabar menunggu. Namun Tunggul Ametung tidak kuasa menahan

Ken Arok

Ken Arok atau sering pula ditulis Ken Angrok (lahir di Jawa Timur pada tahun 1182, wafat di Jawa Timur pada tahun 1247 atau 1227), adalah pendiri Kerajaan Tumapel (yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari). Ia memerintah sebagai raja pertama bergelar Rajasa pada tahun 1222 - 1227 (atau 1247).

Asal usul
Ken Arok adalah dikisahkan sebagai putra Gajah Para dari desa Campara (Bacem, Sutojayan, Blitar) dengan seorang wanita desa Pangkur (Jiwut, Nglegok, Blitar) bernama Ken Ndok. "Gajah" adalah nama jabatan setara "wedana" (pembantu adipati) pada era kerajaan Kediri. Sebelum Ken Arok lahir ayahnya telah meninggal dunia saat ia dalam kandungan, dan saat itu Ken Ndok telah direbut oleh raja Kediri. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang

Tunggul Ametung

Tunggul Ametung adalah tokoh dalam Pararaton yang menjabat sebagai akuwu wilayah Tumapel, yaitu salah satu daerah bawahan kerajaan Kadiri pada masa pemerintahan Kertajaya (1185 - 1222). Ia kemudian mati dibunuh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian mendirikan Kerajaan Singhasari.

Kutukan Mpu Purwa
Nama Tunggul Ametung hanya dijumpai dalam naskah Pararaton yang dikarang ratusan tahun sesudah zaman Kadiri dan Singhasari. Pada zaman itu jabatan akuwu mungkin setara dengan camat pada masa sekarang.
Pararaton mengisahkan pada suatu hari Tunggul Ametung singgah ke desa Panawijen. Di sana ia berjumpa seorang gadis cantik bernama Ken Dedes, yang merupakan putri seorang pendeta bernama Mpu Purwa.

Anusapati

Bhatara Anusapati adalah raja kedua Kerajaan Tumapel (atau kemudian terkenal dengan nama Singhasari), yang memerintah pada tahun 1227 - 1248 (versi Nagarakretagama), atau 1247 - 1249 (versi Pararaton).

Versi Pararaton
Menurut Pararaton, Anusapati adalah putra pasangan Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Ayahnya dibunuh oleh Ken Arok sewaktu dirinya masih berada dalam kandungan. Ken Arok kemudian menikahi Ken Dedes dan mengambil alih jabatan Tunggul Ametung sebagai akuwu Tumapel. Kemudian pada tahun 1222 Ken Arok mengumumkan berdirinya Kerajaan Tumapel. Ia bahkan berhasil meruntuhkan Kerajaan Kadiri di bawah pemerintahan Kertajaya.